Minggu, 21 Agustus 2022

 Dongeng

                         SEMUT PENGANGKUT GABAH 

Oleh:

Muhammad Syarif

 

            Dahulu kala, di sebuah kampung hidup berdampingan seorang  kaya raya dengan   janda  beranak satu. Si Kaya dijuluki “ Juragan Gabah “, karena memilki  berton – ton gabah setiap kali panen. Hal ini disebabkan, karena ia memilki puluhan petak sawah. Selain itu, ia juga menjadi rentenir gabah di kampungnya. Karena gabah yang berlimpah itu, kehidupannya pun berkecukupan bahkan berkelebihan.

            Sementara itu, Si Janda beranak satu hidupnya  pas – pasan bahkan serba kekurangan. Hal ini disebabkan, karena ia tak memiliki sawah sepetak pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari bersama anaknya yang baru berumur tiga tahun ia menjadi buruh tani pada Si Juragan Gabah. Penghasilannya menjadi buruh tani hanya menutupi kebutuhan hidupnya dalam sehari. Untuk menambah penghasilannya ia juga mencari kayu bakar di hutan untuk dijual. Pekerjaan ini ia sudah tekuni setahun yang lalu sepeninggal suaminya.

            Suatu hari, Si Janda jatuh sakit sehingga  tidak bisa bekerja. Ia menderita sakit tipes. Sudah seminggu ia sakit belum sembuh  juga. Ia berusaha mengobati penyakitnya dengan obat – obat tradisional karena  tak mampu membeli obat. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama sakit terpaksa  menggunakan uang tabungannya yang di simpan dalam celengan tanah.

            Sudah sebulan Si Janda menderita sakit tipes, namun belum sembuh juga walaupun sudah diobati dengan dukun yang ada di kampungnya. Sementara uang tabungannya sudah habis ia belikan beras. Suatu hari ia tidak memasak  karena tidak lagi memiliki beras walaupun hanya setengah liter. Agar bisa memasak ia memberanikan diri meminta beras kepada Si Juragan Gabah tempat ia menjadi buruh tani.

            “Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuhu “, ucap Si Janda ketika mengetuk pintu Si Juragan Gabah. “ Waalaikummussalam “, jawab Si Juragan dari balik pintunya. Ia pun dipersilahkan masuk oleh Si Juragan Gabah. “ Apa perlumu  Janda datang ke rumahku malam begini ? “, tanya Si Juragan. “ Maaf beribu maaf Juragan saya mengganggu “, jawab Si Janda.

 “ Begini Juragan, saya datang kemari untuk minta tolong pinjam beras lima liter “, sambung Si Janda. “ Sudah dua hari saya tidak memasak juragan “, sambung Si Janda. “ Apa, pinjam beras lima liter ?“, jawab Si Juragan dengan nada yang tinggi. Ia, betul Juragan “, jawab Si Janda.

            “ Enaknya kamu minta beras pada saya “. “ Kamu lihat saya ini bapakmu “. “ Saya ini punya banyak gabah karena kerja keras “. “ Enak saja minta beras, beli dong kalau mau beras “, bentak Si Juragan. Mendengar kata – kata juragannya hati Si Janda sangat sedih. Bukannya beras ia dapatkan tetapi hinaan yang diperolehnya. Rasanya ia ingin sekali menangis, tetapi ia berusaha menahan sekuat – kuatnya. Dengan perasaan sedih Si Janda minta pamit kepada Si Juragan Gabah. Kakinya terasa berat diangkat untuk melangkah mendengar kata – kata juragannya. Dalam hati Si Janda merasa jengkel tetapi ia sadar bahwa orang tidak boleh dendam kepada sesama manusia. Bahkan dalam hatinya ia berdoa semoga Allah memaafkan juragannya dari kehilafan yang baru saja ia lakukan.

           

Sementara Si Juragan Gabah membentak Si Janda, dibalik kursi raja semut mendengar seluruh ucapannya. Hati raja semut merasa jengkel kepada Si Juragan dan merasa iba kepada Si Janda. Setelah Si Janda meninggalkan rumah Si Juragan, raja semut pun meninggalkan tempat menuju sarangnya. Raja semut mengumpulkan seluruh prajurit semut yang ada di kampung itu yang jutaan jumlahnya. “Hei, seluruh prajurit – prajurit semut yang ada di kampung ini silahkan kumpul malam ini juga! “, titah raja semut. Dalam waktu sekejap seluruh prajurit semut di kampung itu berkumpul. Setelah seluruh prajurit semut berkumpul Si Raja Semut menceritakan seluruh ucapan yang didengar di rumah Juragan Gabah.



            Mendengar cerita rajanya, para prajurit semut merasa iba kepada Si Janda. “ Kalau begitu Tuan kita harus menolong Si Janda “, jawab komandan prajurit semut. “ Betul katamu itu “, jawab raja semut. “ Kami prajurit – prajurit semut menunggu perintah dari raja “, jawab semut - semut itu. “ Dengarkan baik – baik perintah saya ! “, sambung raja semut. “ Malam ini juga seluruh prajurit semut yang ada di kampung ini mendatangi lumbung gabah Si Juragan yang kikir itu ! “. “ Angkut seluruh gabah yang ada di lumbungya dan bawa ke rumah Si Janda”. “ Pekerjaan ini harus selesai sebelum matahari terbit ! “, paham maksud raja. “ Paham tuan ‘, jawab prajurit semut secara serentak. “ Kalau sudah paham silahkan kalian berangkat ! “, perintah raja semut. Dengan berbaris seluruh prajurit semut menuju lumbung padi Si Juragan Gabah.

            Sesampainya di lumbung gabah Juragan satu per satu semut mulai membawa gabah satu biji masing – masing satu semut. Bolak – balik seluruh prajurit semut melaksanakan tugasnya. Waktu sudah menunjukkan jam lima pagi tetapi gabah belum berhasil diangkut seluruhnya lantaran jumlahnya sangat banyak. Pekerjaan semut ini tidak diketahui oleh Si Janda. Di rumah Si Janda menjelang subuh sudah dipenuhi gabah.

            Sementara itu, Si Juragan Gabah tidak juga mengetahui gabahnya hampir habis diangkut semut. Ia tidur dengan pulasnya. Di luar rumah Si Juragan angin bertiup kencang mengakibatkan daun mangga di samping rumahnya bergoyang – goyang menyentuh seng dengan bunyi seek . . . seek . . . seek. Suara seng itu membuat Si Juragan Gabah terbangun. Setelah bangun ia pergi memeriksa lumbung gabahnya.

            Betapa terkejut hati Si Juragan melihat lumbungya sudah kosong. Ia merasa heran kenapa gabahnya bisa habis. Kalau dicuri kenapa pintu lumbungnya tidak dirusak pencuri, pikir Si Juragan. Dengan teliti ia memeriksa dinding lumbungya. Ia bertambah penasaran karena dinding lumbungnya tidak rusak juga. Hatinya bertambah galau. “ Apa gerangan yang terjadi ?”, tanya dalam hatinya.

            Tak disangka dalam keheranannya, ia melihat barisan semut yang begitu banyak membawa gabah masing – masing satu biji. Timbul dalam pikiran Si Juragan Gabah bahwa semut inilah yang menghabiskan gabahnya. Ia pun mengikuti jejak – jejak semut itu. Diikutinya barisan semut tersebut. Betapa terkejut hati Si Juragan Gabah karena barisan semut tersebut menuju rumah Si Janda. Ia pun mengikuti barisan semut tersebut. Sesampai di rumah Si Janda dengan perasaan emosi ia membagunkan Si Janda. 

         Gambar 3. Pasukan Semut Mengangkut Biji Gabah

 “Bangun ... bangun ... bangun ... ! ”, teriak Si Juragan Gabah di depan pintu Si Janda. Mendengar teriakan itu Si Janda terbangun. Betapa terkejutnya Si Janda melihat juragannya berdiri di depan pintu rumahnya. Ia merasa heran, apa gerangan yang terjadi. Dalam keadaan emosi Si Juragan Gabah berkata, “ Hei, Janda apakah kamu memerintahkan semut untuk mengangkut gabah yang ada di lumbungku ? “. “ Coba periksa bahagian belakang rumahmu , gabah saya ada di situ diangkut semut ! “, perintah Si Juragan. Mendengar perintah Si Juragan, Si Janda pun menurutinya. Betapa terkejut hati Si Janda, karena rumahnya sudah dipenuhi gabah. Ia pun teringat akan mimpinya semalam. Mimpi Si Janda itu ingin disampaikan kepada Si Juragan Gabah.

            “ Silahkan duduk dulu Juragan ! “, pinta Si Janda. Mendengar ajakan itu, maka Si Juragan pun duduk. “ Mohon maaf  beribu maaf juragan ! “, pinta Si Janda. “ Begini Juragan, semalam saya bermimpi tentang kejadian ini “, sambung Si Janda. “ Apa mimpimu ? “, balas Si Juragan. “ Demi Allah Juragan, semalam saya didatangi kakek – kakek yang bersorban putih menceritakan tentang kejadian ini “, Si Janda memulai ceritanya. “ Terus apa yang diceritakan kakek tersebut ? “, tanya Si Juragan. Sambil memperbaiki duduknya Si Janda melanjutkan ceritanya.  Kakek tersebut mengatakan bahwa, “ Ketika semalam saya datang di rumah Tuan minta pinjam beras dan Tuan menghardik saya didengar oleh raja semut di balik kursi “. “ Mendengar hardikan Tuan itu, raja semut merasa iba kepada saya dan bermaksud menolong saya “. “ Oleh karena itu, raja semut mengumpulkan seluruh semut yang ada di kampung ini untuk mengangkut gabah tuan ke rumah saya “. “ Terus apa lagi cerita kakek itu  ? “, tanya Si Juragan Gabah. Sambil terisak Si Janda tersebut melanjutkan ceritanya.

            “ Sekali lagi saya minta maaf Juragan apabila cerita mimpi saya ini menyinggung perasaan Juragan “, pinta Si Janda. “ Tidak ... tidak ... tidak ... saya tertarik mendengar mimpimu itu “, balas Si Juragan. “ Kakek itu menjelaskan bahwa inilah balasan bagi orang yang serakah, kikir, dan tidak mau menolong sesama manusia “. “ Padahal  menolong seseorang itu merupakan amal jariah sebagai bekal di hari akhirat nanti “. Mendengar cerita Si Janda itu, Si Juragan menangis terseduh – seduh menyesali perbuatannya. Seketika itu juga ia meminta maaf kepada Si Janda. “ Maafkanlah perbuatan saya, Bu  ! “, pinta Si Juragan. “ “Apabila ibu sudih memaafkan kesalahan saya, maka seluruh gabah yang ada di rumah ibu saya serahkan dengan ikhlas “, sambung Si Juragan. “Jangan . . . jangan . . . jangan . . . !, balas Si Janda. “ Sekali lagi saya memohon kepada ibu untuk menerima pemberian ini sebagai ucapan terima kasih saya  !“, pinta Si Juragan. “ Cerita tentang mimpi ibu menyadarkan saya atas segala perbuatan saya selama ini “, sambungnya lagi. Dengan berat hati pemberian juragan itu diterima oleh Si Janda. “ Terima kasih Juragan, semoga Allah swt membalasnya dengan harta dan amal yang berlimpah – limpah “, balas Si Janda. Mendengar jawaban itu Si Juragan pun pamit untuk pulang ke rumahnya. Ia merasa lega karena pemberiannya sudah diterima oleh Si Janda. “ Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuhu “. “ Waalaikum mussalam warahmatullahi wabarakatuhu “, balas Si Janda.

1 komentar: