Dongeng
SEMUT PENGANGKUT GABAH
Oleh:
Muhammad Syarif
Dahulu
kala, di sebuah kampung hidup berdampingan seorang kaya raya dengan janda
beranak satu. Si Kaya dijuluki “ Juragan Gabah “, karena memilki berton – ton gabah setiap kali panen. Hal ini disebabkan, karena ia memilki puluhan petak sawah. Selain itu, ia
juga menjadi rentenir gabah di kampungnya. Karena gabah yang berlimpah itu, kehidupannya pun berkecukupan
bahkan berkelebihan.
Sementara
itu, Si Janda beranak satu hidupnya pas
– pasan bahkan serba kekurangan. Hal ini disebabkan, karena
ia tak memiliki sawah sepetak pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari –
hari bersama anaknya yang baru berumur tiga tahun ia menjadi buruh tani pada Si
Juragan Gabah. Penghasilannya menjadi buruh tani hanya menutupi kebutuhan
hidupnya dalam sehari. Untuk menambah penghasilannya ia juga mencari kayu bakar
di hutan untuk dijual. Pekerjaan ini ia sudah tekuni setahun yang lalu
sepeninggal suaminya.
Suatu
hari, Si Janda jatuh sakit sehingga tidak bisa bekerja. Ia menderita sakit tipes.
Sudah seminggu ia sakit belum sembuh
juga. Ia berusaha mengobati penyakitnya dengan obat – obat tradisional
karena tak mampu membeli obat. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya selama sakit terpaksa menggunakan uang tabungannya yang di simpan
dalam celengan tanah.
Sudah
sebulan Si Janda menderita sakit tipes,
namun belum sembuh juga walaupun sudah diobati dengan dukun yang ada di
kampungnya. Sementara uang tabungannya sudah habis ia belikan beras. Suatu hari
ia tidak memasak karena tidak lagi
memiliki beras walaupun hanya setengah liter.
Agar bisa memasak ia memberanikan diri meminta beras kepada Si Juragan Gabah
tempat ia menjadi buruh tani.
“Assalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuhu “, ucap Si Janda ketika mengetuk pintu Si
Juragan Gabah. “ Waalaikummussalam “, jawab Si Juragan dari balik pintunya. Ia
pun dipersilahkan masuk oleh Si Juragan Gabah. “ Apa perlumu Janda datang ke rumahku malam begini ? “,
tanya Si Juragan. “ Maaf beribu maaf Juragan saya mengganggu “, jawab Si Janda.
“ Begini
Juragan, saya datang kemari untuk minta tolong pinjam beras lima liter “,
sambung Si Janda. “ Sudah dua hari saya tidak memasak juragan “, sambung Si
Janda. “ Apa, pinjam beras lima liter ?“, jawab Si Juragan dengan nada yang tinggi. “Ia, betul Juragan “, jawab Si Janda.
“
Enaknya kamu minta beras pada saya “. “ Kamu lihat saya ini bapakmu “. “ Saya
ini punya banyak gabah karena kerja keras “. “ Enak saja minta beras, beli dong
kalau mau beras “, bentak Si Juragan. Mendengar kata – kata juragannya hati Si
Janda sangat sedih. Bukannya beras ia dapatkan tetapi hinaan yang diperolehnya.
Rasanya ia ingin sekali menangis, tetapi ia berusaha menahan sekuat – kuatnya.
Dengan perasaan sedih Si Janda minta pamit kepada Si Juragan Gabah. Kakinya terasa
berat diangkat untuk melangkah mendengar kata – kata juragannya. Dalam hati Si
Janda merasa jengkel tetapi ia sadar bahwa orang tidak boleh dendam kepada
sesama manusia. Bahkan dalam hatinya ia berdoa semoga Allah memaafkan
juragannya dari kehilafan yang baru saja ia lakukan.
Sementara Si Juragan Gabah membentak Si Janda, dibalik kursi raja semut mendengar seluruh ucapannya.
Hati raja semut merasa jengkel kepada Si Juragan dan merasa iba kepada Si
Janda. Setelah Si Janda meninggalkan rumah Si Juragan, raja semut pun meninggalkan tempat menuju sarangnya. Raja semut mengumpulkan seluruh prajurit semut
yang ada di kampung itu yang jutaan jumlahnya. “Hei, seluruh prajurit – prajurit semut yang ada di
kampung ini silahkan kumpul malam ini juga! “, titah raja semut. Dalam waktu
sekejap seluruh prajurit semut di kampung itu berkumpul. Setelah seluruh prajurit semut berkumpul Si Raja Semut
menceritakan seluruh ucapan yang didengar di rumah Juragan Gabah.
Sesampainya
di lumbung gabah Juragan satu per satu semut mulai membawa gabah satu biji
masing – masing satu semut. Bolak – balik seluruh prajurit semut melaksanakan
tugasnya. Waktu sudah menunjukkan jam lima pagi tetapi gabah belum berhasil
diangkut seluruhnya lantaran jumlahnya sangat banyak. Pekerjaan semut ini tidak
diketahui oleh Si Janda. Di rumah Si Janda menjelang subuh sudah dipenuhi
gabah.
Sementara
itu, Si Juragan Gabah tidak juga mengetahui gabahnya hampir habis diangkut
semut. Ia tidur dengan pulasnya. Di luar rumah Si Juragan angin bertiup kencang
mengakibatkan daun mangga di samping rumahnya bergoyang – goyang menyentuh seng dengan bunyi seek . . . seek
. . . seek. Suara seng itu
membuat Si Juragan Gabah terbangun. Setelah bangun ia pergi memeriksa lumbung
gabahnya.
Betapa
terkejut
hati Si Juragan melihat
lumbungya sudah kosong. Ia merasa heran kenapa gabahnya bisa habis. Kalau
dicuri kenapa pintu lumbungnya tidak dirusak pencuri, pikir Si Juragan. Dengan
teliti ia memeriksa dinding lumbungya. Ia bertambah penasaran karena dinding
lumbungnya tidak rusak juga. Hatinya bertambah galau. “ Apa gerangan yang
terjadi ?”, tanya dalam hatinya.
Tak disangka dalam keheranannya, ia melihat barisan semut yang begitu banyak membawa gabah masing – masing satu biji. Timbul dalam pikiran Si Juragan Gabah bahwa semut inilah yang menghabiskan gabahnya. Ia pun mengikuti jejak – jejak semut itu. Diikutinya barisan semut tersebut. Betapa terkejut hati Si Juragan Gabah karena barisan semut tersebut menuju rumah Si Janda. Ia pun mengikuti barisan semut tersebut. Sesampai di rumah Si Janda dengan perasaan emosi ia membagunkan Si Janda.
“Bangun ... bangun ... bangun ... ! ”, teriak Si Juragan Gabah di depan pintu Si
Janda. Mendengar teriakan itu Si Janda terbangun. Betapa terkejutnya Si Janda
melihat juragannya berdiri di depan pintu rumahnya. Ia merasa heran, apa
gerangan yang terjadi. Dalam keadaan emosi Si Juragan Gabah berkata, “ Hei,
Janda apakah kamu memerintahkan semut untuk mengangkut gabah yang ada di lumbungku
? “. “ Coba periksa bahagian belakang rumahmu , gabah saya ada di situ diangkut
semut ! “, perintah Si Juragan. Mendengar perintah Si Juragan, Si Janda pun
menurutinya. Betapa terkejut hati Si Janda, karena rumahnya sudah dipenuhi
gabah. Ia pun teringat akan mimpinya semalam. Mimpi Si Janda itu ingin
disampaikan kepada Si Juragan Gabah.
“
Silahkan duduk dulu
Juragan ! “, pinta Si
Janda. Mendengar ajakan itu, maka Si Juragan pun duduk. “ Mohon maaf beribu maaf juragan ! “, pinta Si Janda. “
Begini Juragan, semalam saya bermimpi tentang kejadian ini “, sambung Si Janda.
“ Apa mimpimu ? “, balas Si Juragan. “ Demi Allah Juragan, semalam saya
didatangi kakek – kakek yang bersorban putih menceritakan tentang kejadian ini
“, Si Janda memulai ceritanya. “ Terus apa yang diceritakan kakek tersebut ? “,
tanya Si Juragan. Sambil memperbaiki duduknya Si Janda melanjutkan
ceritanya. Kakek tersebut mengatakan
bahwa, “ Ketika semalam saya datang di rumah Tuan minta pinjam beras dan Tuan
menghardik saya didengar oleh raja semut di balik kursi “. “ Mendengar hardikan
Tuan itu, raja semut merasa iba kepada saya dan
bermaksud menolong saya “. “ Oleh karena itu, raja semut mengumpulkan seluruh
semut yang ada di kampung ini untuk mengangkut gabah tuan ke rumah saya “. “ Terus
apa lagi cerita kakek itu ? “, tanya Si
Juragan Gabah. Sambil terisak Si Janda tersebut melanjutkan ceritanya.
“
Sekali lagi saya minta maaf Juragan apabila cerita mimpi saya ini menyinggung
perasaan Juragan “, pinta Si Janda. “ Tidak ... tidak ... tidak ... saya
tertarik mendengar mimpimu itu “, balas Si Juragan. “ Kakek itu menjelaskan
bahwa inilah balasan bagi orang yang serakah, kikir, dan tidak mau menolong
sesama manusia “. “ Padahal menolong
seseorang itu merupakan amal jariah sebagai bekal di hari akhirat nanti “.
Mendengar cerita Si Janda itu, Si Juragan menangis terseduh – seduh menyesali
perbuatannya. Seketika itu juga ia meminta maaf kepada Si Janda. “ Maafkanlah
perbuatan saya, Bu ! “, pinta Si Juragan.
“ “Apabila ibu
sudih memaafkan kesalahan saya, maka seluruh gabah yang ada di rumah ibu saya serahkan
dengan ikhlas “, sambung Si Juragan. “Jangan . . . jangan . . . jangan . . . !“, balas
Si Janda. “ Sekali
lagi saya memohon kepada ibu
untuk menerima pemberian ini sebagai ucapan terima kasih saya !“,
pinta Si Juragan. “ Cerita tentang mimpi ibu menyadarkan saya atas segala
perbuatan saya selama ini “, sambungnya lagi. Dengan berat hati pemberian
juragan itu diterima oleh Si Janda. “ Terima kasih Juragan, semoga Allah swt
membalasnya dengan harta dan amal yang berlimpah
– limpah “, balas Si Janda. Mendengar jawaban itu Si Juragan pun pamit untuk
pulang ke rumahnya. Ia merasa lega karena pemberiannya sudah diterima oleh Si Janda. “ Assalamu alaikum warahmatullahi
wabarakatuhu “. “ Waalaikum mussalam warahmatullahi wabarakatuhu “, balas Si
Janda.